- Idrisiyyah
Ilmu manusia, tak ada setetespun dari keluasan ilmu Allah. Adilnya Allah mungkin tak terlihat adil di mata manusia. Untuk melihatnya, kita hanya butuh kesabaran yang luar biasa
Mutiara-Ibriz | Suatu hari Nabi Musa alaihissalam berpesan pada Malaikat Jibril alaihissalam. "Wahai Jibril, tolong sampaikan pada Allah, saya ingin melihat keadilan Allah!"
Jibril menyampaikan dan kemudian berkata pada Musa, "Engkau tak akan sabar melihat keadilan Allah ya Musa."
"Saya akan bersabar. Saya ingin sekali menyaksikannya," balas Musa setengah mendesak.
Silakan Klik:
Kemudian Jibril membawa Musa ke sebuah mata air yang deras . Musa diminta untuk diam dan menunggu disitu. Hanya melihat apa yang terjadi, tak boleh melakukan tindakan apa pun. Meski apa pun yang terjadi tak boleh beranjak.
Tak menunggu lama, datanglah penunggang kuda yang membawa sekantong uang dinar di pinggangnya. Ia berhenti dan minum dari mata air itu. Tanpa sengaja, kantong dinarnya terjatuh. Si Penunggang pergi meninggalkan mata air, tanpa menyadari kantong dinarnya jatuh.
Jeda beberapa waktu, muncul seorang anak yang juga minum dari mata air tersebut. Tanpa sengaja, ia menemukan kantong dinar yang jatuh tadi. Ia pun mengambilnya dan bergegas pergi.
Selang kemudian, datang seorang kakek tua yang lemah dan buta. Dengan tertatih ia juga meminum air di tempat itu. Tiba-tiba si penunggang kuda datang dan bertanya pada sang kakek, apakah dia menemukan kantong dinarnya. Sang kakek tentu saja tidak tau dan menjawab apa adanya, "Tidak tau!"
Namun, si Penunggang kuda tak percaya, karena belum lama ia meninggalkan tempat itu. Ia yakin, pastilah si Kakek yang mengambilnya. Karena si kakek tetap ngotot tak mengambilnya. Sama-sama ngotot terjadilah pertengkaran, kakek itu pun dibunuh oleh penunggang kuda.
Di mata Musa, rangkaian kisah itu tentu saja tidak adil. Jelas, yang mengambil uang si penunggang adalah si anak kecil, tapi kakek tua yang akhirnya mati menjadi korbannya. Ia kemudian bertanya, "Seperti apa keadilan Allah?"
Jibril as pun mengungkapkan, bahwa anak yang dianggap paling bersalah oleh Musa, justru adalah yang paling benar. Beginilah kisah sesungguhnya tiga orang ini...
Ayah dari anak itu dulunya adalah pegawai dari si Penunggang kuda. Si ayah mati dibunuh oleh seorang yang zalim.
Penunggang kuda ini dulunya lalai dalam membayar hak gaji si ayah, dan tak kunjung membayar hingga kematian si ayah. Qadarullah jumlah uang yang tak dibayarkan sama persis dengan jumlah dinar yang ada di kantongnya.
Silakan Klik
Skenario Allah membuat sang ayah akhirnya menerima haknya, melalui ahli warisnya, yaitu si anak itu. Ihwal apesnya si penunggang kuda itu, sebenarnya adalah "bayaran" dari apa yang dilakukannya dulu.
Lalu, siapa Kakek itu?
Kakek ini adalah orang yang sudah membunuh ayah si anak.... Allah membalaskannya dengan membuat ia terbunuh juga.
Silakan Klik:
💥💖💢Mutiara-Store💖💥
Lengkapi Kebutuhan Anda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar