Rabu, 29 Juli 2020

KHUTBAH JUMAT Urgensi Mursyid dalam Kehidupan

 Ustad Asep Darmawan, S.Pd.I., MM

Janganlah belajar pada sembarang Ulama, 
kecuali mengajak dari Lima menuju Lima
Dari keraguan menuju keyakinan
Dari permusuhan menuju perdamaian
Dari kesombongan menuju ketawadhuan
Dari penyakit riya menuju keikhlasan
Dan dari ketamakan menuju kezuhudan 
Itulah nasehat yang penting diamalkan

Ada Ulama yang mengatakan
Jika ada yang tahu keutamaan
Majelis Mursyid yang penuh Keagungan
Banyaklah orang yang memperebutkan
Meskipun jiwanya bakal melayang
Tak mau lepas tak ingin hilang
Meraih keuntungan dan kemuliaan
Dengan bermajelis Ulama pilihan
(MK IDRISIYYAH)

Khatib : Ustad Asep Darmawan, S.Pd.I., MM.
Jum’at, 10 Juli 2020
Masjid Al Fattah, Tasikmalaya



IDRISIYYAH | Jamaah sekalian marilah kita tafakur sejenak, penciptaan langit dan bumi beserta seluruh prosesnya sarat makna. Semua itu tidak akan tersentuh oleh keterbatasan nalar kita. Untuk mengenal ciptaan-Nya saja sudah begitu rumit, maka penting bagi setiap pribadi memiliki seorang pembimbing untuk menunjuki jalan menuju kepada Allah SWT, Penguasa alam semesta. 

Sukses besar Rasulullah ﷺ dalam menyampaikan risalah Allah SWT tidak terlepas dari hadirnya sosok pembimbing, yaitu: Jibril as. Begitupun dengan keimanan para sahabat yang begitu kuat, karena hadir ditengah mereka sosok yang menjadi teladan. Figur yang memberikan bimbingan secara lahir maupun batin, beliau adalah baginda Rasulullah Muhammad ﷺ.

Realitanya, beragam aktivitas yang dilakukan manusia, butuh seorang mentor. Ekonom maupun politisi tak akan sukses tanpa hadirnya mentor ditengah mereka. Olahragawan butuh pelatih untuk mencetak prestasi. 

Untuk hal-hal yang sederhana saja -–seperti makan dan minum— kita butuh arahan, apalagi dalam masalah agama. Alangkah naifnya bila kehidupan dunia yang akan dituntut peranggungjawabannya di akhirat kelak, berjalan tanpa arah. Figur Pembimbing jelas dibutuhkan untuk ibadah, sebagai bentuk konsekwensi ketundukan dan ketaatan dalam menjalankan perintah Allah. Sosok yang hadir dan bersama se-zaman, apalagi, telah berbentang waktu yang cukup panjang dengan sosok Rasulullah ﷺ. 

Terlebih di kehidupan kekinian, manusia dihadapkan dengan berbagai dinamika hidup dan kehidupan. Tantangan kompleks, termasuk dalam menjalani kehidupan beragama. Keharusan mendesak bagi umat akan hadirnya seorang Pembimbing yang menuntun kepada Allah SWT. 




Imam Ghazali ra mengingatkan kita agar selektif dalam bergaul. Bahkan bergaul dengan orang yang alim sekalipun. Beliau menyebutkan hadits yang diriwayatkan dari Jabir ra:

لا تَجْلِسُوا عند كُلِّ عَالِمٍ إِلا إلى عَالِمٍ يَدْعُوكُمْ مِنْ خَمْسٍ إِلَى خَمْسٍ : مِنَ الشَّكِّ إِلَى الْيَقِينِ وَمِنَ الرِّيَاءِ إِلَى الإِخْلاصِ وَمِنَ الرَّغْبَةِ إِلَى الرَّهْبَةِ وَمِنَ الْكِبْرِ إِلَى التَّوَاضُعِ وَمِنَ الْعَدَاوَةِ إِلَى النَّصِيحَةِ

“Janganlah kamu duduk (belajar) kepada sembarang orang alim, kecuali orang alim yang mengajak kalian dari lima hal menuju lima hal yang lain: Pertama, dari keragu-raguan menuju keyakinan. Kedua, dari riya menuju ikhlas . Ketiga, dari ketamakan menuju zuhud. Keempat, dari kesombongan menuju ketawadhu’an. dan kelima, dari permusuhan menuju nasihat (perdamaian). [Ihya Ulumuddin]

Hadits tersebut menjelaskan pentingnya seorang pembimbing dalam meniti jalan beribadah kepada Allah, yaitu mereka yang memiliki Lima tanda utama yang dapat dirasakan ketika bersimpuh dimajelisnya.

Pertama, Mampu menggugurkan keraguan dan menghantarkan menuju keyakinan, saat ini kita menghadapi wabah Covid-19 yang sangat berdampak dalam berbagai sendi kehidupan dimuka bumi. Tak sedikit memakan korban jiwa, menimbulkan kecemasan yang berlebihan dan sikap putus asa ketika menghadapi wabah yang melanda kehidupan saat ini. 

Sebagai orang yang beriman sepatutnya menjadikan kejadian ini sebagai pelajaran berharga, ketika Allah SWT menghendaki maka kejadian sekecil apapun urusannya, tidak akan ada yang sanggup untuk menolak dan berpaling dari takdir ketentuan Allah SWT. Virus Covid-19 bukan lah sosok makhluk besar menakutkan, tapi makluk yang Allah kirim dimuka bumi yang bahkan hanya mampu dilihat oleh alat bantu mikroskop saja. Namun, dengan izin Allah virus ini sanggup memporak porandakan kehidupan umat manusia.

Sepaturnya, seorang alim dalam konteks ini memberikan keyakinan kepada umat, betapa agungnya Allah SWT. Dengan wabah virus yang super kecil saja manusia sudah merasakan ketimpangan yang nyata, bagaimana ketika manusia menghadap kepada Allah sang pemilik kerajaan langit dan bumi dihari pengadilan nanti? Mari kita tingkatkan keyakinan dalam hati betapa Allah memiliki kesempurnaan dan keagungan yang mutlak. Melalui seorang ulama lah yang akan menggiring umat dari keraguan tumbuh mengokohkan keyakinan kepada Allah.

Kedua, Dari permusuhan menuju perdamaian. Permusuhan dapat diakibatkan oleh sifat hasad yang menghinggapi hati seseorang. Ketika melihat saudaranya diberikan anugerah oleh Allah ia tidak kuasa untuk menerimannya, bahkan cenderung ingin merampas karunia itu. Hasad secara sederhana dapat diartikan “Senang melihat orang lain susah, susah melihat orang lain senang.” 

Padahal belum tentu kita sanggup menerima anugerah yang Allah SWT titipkan kepada saudara kita yang lain. Disinilah peran sentral Pembimbing hadir memberikan rasa damai. Alangkah indah apabila hidup dan kehidupan yang kita bangun bersama tumbuh sikap saling: menghargai, mengapresiasi tanpa harus saling menyakiti, merangkul tanpa memukul, mendoakan dengan doa kebaikan tanpa harus saling menyalahkan.

Ketiga, Menghilangkan sifat takabur dan menumbuhkan sifat tawadhu. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ajaib Al-Qalbi menceritakan sebuah riwayat:

Ketika Nabi Nuh as diselamatkan oleh Allah SWT dalam bahtera beserta orang yang beriman kepadanya, di pojok bahtera tampak seorang kakek yang tidak dikenalnya.

Kemudian Nuh as bertanya kepada penumpang asing itu, “Wahai kakek siapakah engkau sebenarnya?”

Si kakek pun menjawab “Aku adalah makhluk yang suka memisahkanmu dengan sahabatmu”, ujar si kakek. 

Kakek itu mengaku, bahwa sebenarnya dia adalah Iblis, laknatullah!

Mengetahui itu Nuh as langsung mengusirnya turun dari bahtera. Namun sebelum pergi, Iblis menyampaikan tiga senjata ampuhnya yang selalu ia gunakan dalam menggelincirkan manusia dari ketaatan kepada Allah SWT yang salah satu dari senjata itu adalah: Takabur!

Takabur merupakan penyakit yang berbahaya indikasinya adalah menolak setiap kebenaran yang bersumber dari Allah SWT dan para utusan-Nya. Termasuk bentuk kesombongan adalah tidak menghargai kepada sesamanya. Seorang Mursyid hadir untuk menumbukan sifat tawadhhu dan saat yang sama mengikis sifat takabur.

Ingatlah Takabur, sifat yang menggelincirkan Iblis dari surganya Allah SWT. Takabur adalah kejahatan pertama, setelah manusia diciptakan.

Keempat, menggantikan sifat riya dengan sifat ikhlas. Riya termasuk sifat tidak terpuji karena tidak memberikan kemanfaatan bagi siapapun bahkan berpotensi menggugurkan amal shaleh seorang hamba.

Kelima, dari ketamakan menuju zuhud. Ulama Rabbani memberikan pemahaman dalam kehidupan yang dijalani. Ulama Hakiki, membimbing umat untuk hidup zuhud agar terhindar dari cinta dunia yang berlebihan. 

Mari memohon kepada Allah SWT agar setiap diri dipertemukan dengan Guru Mursyid. Pembimbing yang akan menghantarkan kita kepada ridho, pertolongan dan ampunan Allah SWT. Aamiiin yaa rabbal alamiiin.

Transkrip:
Muhammad Syarif | Majelis Jurnalistik

Silakan Klik
Lengkapi Kebutuhan Anda



Tidak ada komentar:

Posting Komentar